JAKARTA, TIMESindo.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Moh Hasan Afandi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2024. Pemeriksaan ini menyoroti jemaah haji khusus yang baru mendaftar namun langsung diberangkatkan.
Hasan diketahui menjabat sebagai Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Haji. Namun saat kasus terjadi, ia masih menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu di Kementerian Agama.
“Kami dalami bagaimana secara teknis jemaah yang paling akhir mendaftar bisa langsung berangkat,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Sabtu 13 September 2025.
KPK mencium adanya pengaturan waktu pelunasan yang sengaja dibuat sempit. Jemaah yang telah mengantre bertahun-tahun hanya diberi waktu 5 hari untuk melunasi biaya haji.
“Penyidik mendalami pengaturan jangka waktu pelunasan yang ketat. Hanya 5 hari kerja bagi calon jemaah yang mendaftar sebelum 2024,” jelas Budi.
KPK menduga skema itu dibuat agar kuota tambahan tidak terserap oleh jemaah lama. Sisa kuota tersebut kemudian bisa diperjualbelikan kepada pihak travel haji.
“Ini diduga dirancang agar sisa kuota bisa dijual ke PIHK yang siap membayar fee,” tambah Budi.
Kasus dugaan korupsi ini telah naik ke tahap penyidikan. Meski begitu, entah apa alasannya KPK belum juga menetapkan tersangka dalam skandal jual beli kouta haji yang menyebabkan negara rugi triliunan
Sejumlah pihak sudah diperiksa, termasuk mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Penyidikan ini berkaitan dengan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu pada 2024 lalu.
Kuota tambahan tersebut dibagi dua: 10 ribu untuk haji reguler, 10 ribu untuk haji khusus. Padahal menurut undang-undang, kuota haji khusus seharusnya hanya 8% dari total kuota nasional.
KPK menduga ada komunikasi intens antara asosiasi travel haji dan pejabat Kemenag, begitu mereka mengetahui adanya kuota tambahan tersebut.
Tak hanya itu, KPK juga mendalami dugaan aliran dana ke sejumlah oknum di Kemenag. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1 triliun.
Dalam penyidikan, KPK telah menyita berbagai aset, termasuk rumah, mobil, hingga uang dalam bentuk dolar.
Ironisnya, ribuan jemaah haji reguler yang telah mengantre belasan tahun justru gagal berangkat pada 2024. Kuota tambahan malah dimanfaatkan oleh pihak yang baru mendaftar.
Sebagai gambaran, masa tunggu haji reguler bisa mencapai 20 tahun. Sementara haji khusus hanya sekitar 2 hingga 3 tahun. ***