BANGKALAN, TIMESindo.com – Siapa sangka, sisa air dari proses pembuatan garam di Pulau Madura, Jawa Timur bisa berubah menjadi minuman kesehatan berstandar global?
Universitas Trunojoyo Madura (UTM) berhasil membuktikannya lewat inovasi terbaru: Isotonic Bittern, minuman kaya mineral hasil hilirisasi dari larutan bittern, yakni sisa kristalisasi air laut.
Produk ini resmi diperkenalkan dalam ajang International Short Course yang diikuti 11 mahasiswa dari Palacky University Olomouc, Republik Ceko, pada Rabu, 18 September 2025.
Ini adalah perjalanan rasa, ilmu, dan budaya dari tambak garam tradisional di Desa Tajungan, Kecamatan Kamal, hingga ke Teaching Industry Building UTM, tempat para peserta asing belajar langsung meracik Isotonic Bittern.
“Saya baru tahu ternyata membuat garam itu berat sekali. Di negara kami tidak ada laut, jadi pengalaman ini benar-benar berkesan,” ujar Katerina, peserta asal Ceko yang tak menyangka proses pembuatan garam begitu kompleks.
Kesan itu muncul setelah para peserta menyingsingkan lengan baju, turun ke tambak, menjemur air laut, dan ikut memanen garam bersama petani lokal.
“Sebuah pengalaman yang membaurkan batas antara teori dan realita,” ujar dia.
Setelah puas berkotor ria di tambak, para mahasiswa diajak mencicipi sisi lain garam, yakni racikan minuman Isotonic Bittern. Di sinilah mereka bereksperimen dengan formula sendiri
Para mahasiswa bereksperimen mencampur, mencicipi, dan menemukan sensasi unik dari minuman yang mengandung magnesium, kalsium, kalium, serta senyawa sehat lain seperti magnesium klorida dan kalsium sulfat.
“Bittern memang kerap dianggap limbah, padahal kandungan mineralnya luar biasa. Ini bisa menjadi minuman kesehatan yang alami dan bermanfaat,” jelas Dr. Maulinna Kusumo Wardhani, peneliti UTM.
Dalam kegiatan berskala internasional ini digelar dengan dukungan penuh International Relation Office (IRO) UTM, mengusung tema “Via Salaria: From The Sea to The Desk”.
Menurut Dr. Haryo Triajie, Ketua Pusat Studi Garam UTM, pihaknya mengambil tema “Via Salaria” diambil dari jalur perdagangan garam Romawi kuno yang menghubungkan Laut Adriatik dengan Roma.
“Sebuah metafora tentang bagaimana garam Madura juga memiliki potensi menembus batas. Dari laut Madura, menembus meja-meja dunia. Inilah pesan yang ingin kami sampaikan,” ujarnya.
Di balik kegiatan ini, ada dukungan dari Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSDA) dan LPPM UTM, yang terus mendorong kekayaan lokal tidak berhenti di tambak, tetapi bisa diolah menjadi produk berdaya saing internasional.
“Isotonic Bittern adalah bukti bahwa lokalitas bisa jadi kekuatan global. Kami ingin mahasiswa, baik lokal maupun internasional, menyaksikan sendiri bagaimana transformasi itu terjadi,” ungkap Dr. Apri Arisandi, Koordinator Prodi PSDA UTM.
Selama empat jam, para mahasiswa asing menjadi petani garam sehari. Pengalaman lintas budaya yang membuka mata bahwa garam bukan hanya bumbu dapur, tapi bisa menjadi simbol inovasi, ketahanan pangan, dan kolaborasi global.
Lebih dari itu, kegiatan ini mempertegas komitmen UTM untuk terus menjadikan Madura sebagai episentrum inovasi. Sebuah pulau kecil yang tak sekadar menghasilkan garam, tetapi juga ide-ide besar untuk dunia. ***